Saat Seni Tradisional Menjadi Beban

Kompas 20/02/2010

Oleh Lukas Muharram

Setiap Jumat malam, puluhan pejuang dari berbagai ashram berkumpul di studio Stasiun Radio Pemerintah Daerah (RSPD) Kabupaten di Xianju. Di stasiun milik pemerintah Kabupaten Siangjur, mereka mempertunjukkan kebolehannya dalam pidato atau tarian pencak silat.

Para pendekar didukung langsung oleh gendang pencak Nyaga, Owari, anak-anak yang memainkan gendang, terompet, gong dan seruling. Biasanya para pendekar di desa sangat antusias. Nyatanya, para "pendengar" tidak melihatnya, karena hanya disiarkan di radio.

Mereka tidak dibayar, tetapi mereka yang sebelumnya hadir, biasanya pekerja pertanian, bersedia membentuk "kolektif" untuk mengangkut mereka dan rombongan artistik mereka dari kota ke Gibbing. Cianjur di RSPD.

Menurut catatan Persatuan Pencak Silat Indonesia (PPSI) cabang Siangjur, sekitar 32 kecamatan di Siangjur masih memiliki satu atau dua sekolah silat. Tetapi situasi rata-rata adalah animasi berhenti karena orang yang menonton merasa frustrasi. Penampilan Pancake Silat Ebbing sering terdengar di sekolah dasar. Dia membawa kaset. Meski disertai Nyaga, biasanya terjadi bersamaan atau setelah pembagian kartu di sekolah dasar di pedesaan.

Jangan berharap melihat pertunjukan pencak silat surut di setiap sekolah di kota. Ini karena Ebing Pencak Silat umumnya tidak disukai. Juga, siswa sekolah menengah atau atas dan guru mereka suka mempromosikan band pop atau rock di pesta akhir tahun. Terdistorsi

Bahkan, para pesilat PPSI mencoba bertanding di atas panggung dengan meluncurkan Ebing Pencak Silat Seni Pandyangan di seluruh kecamatan Cianjur. Namun karena minimnya anggaran dan minimnya sponsor, acara tersebut menjadi tidak menentu dan menghilang dari waktu ke waktu.

Situasi ini mempengaruhi instrumen seperti Pencak gendang dan pembuat gong Sunaria (65), yang berpengalaman dalam industri gendang. Seorang warga Desa Sibaregbag, Kabupaten Sianjur, mengaku saat ini menjadi pembuat limusin gendang dan geng dan tidak mampu mencari nafkah untuk keluarganya karena tidak adanya komisi. Maksimal satu aplikasi per tahun.

Sejak akhir 1980-an, gaya hidup warga kota mulai meninggalkan panggung pertunjukan seni di Ebbing. Tetangga siap mengundang band atau orkestra dangdut ke setiap perayaan keluarga. Drom Sunaria masih ingat, hampir setiap malam minggu di kota Bandung, suara gendang serabi terdengar di setiap jalan.

Kemudian Maremma memerintahkan Dol dan Gangga untuk bersiap. Dengan uang itu, dia bisa membangun rumah permanen dan membeli sawah. Tapi itu kenangan sekarang, dan dia sering menyimpan drum dan peralatan seni bela diri Gong Yibing di gudang.

Tragedi ini dialami penyanyi Sianjuran Tathi Savitri (55). Ibu empat anak ini tetap setia mengunjungi Rumah Sakit Daerah Jianju setiap Senin malam tanpa dipungut biaya. Dia mengaku tidak sering mendapat telepon untuk memperkenalkan diri. Sekarang, mendapatkan pesanan sebulan sekali tidak buruk. Komposer dan empat Nyagas Cianjuran menerima rata-rata Rp 500.000 per pertunjukan. Ironisnya, mereka memiliki rasa hormat yang sama terhadap teman-temannya. Tapi tidak buruk

Menurut Abah Ruskawa, Ketua Persatuan Pasundan Sianjur, standar pendekar dan seniman Sianjuran masih bagus dibanding kesenian tradisional lain di Jawa Barat. Selain itu, banyak pemerintah daerah/kota di Jawa Barat yang memasukkan muatan lokal pada pendidikan dasar, antara lain seni Pencak Silat dan Siangjuran. Namun, kinerjanya sangat bergantung pada kemampuan keuangan masing-masing sekolah. Setidaknya 300 industri tradisional Sudan di Indonesia telah hilang atau akan hilang, kata Abah. Dan kondisi seperti itu tampak pada sebagian besar seniman tradisional tanah air. Meskipun pada umumnya birokrat mendapat dana terbatas untuk pelestarian kesenian tradisional di setiap daerah, namun tetap fokus pada pemerintah daerah, seperti anggaran APDD.

Oleh karena itu, tampaknya status Valio patut dipertimbangkan, karena pulau dewata ini telah berhasil menghimpun kesenian tradisional ternama dunia menjadi kekayaan daerah yang berharga. Di saat hampir semua pemerintah daerah di tanah air masih memandang industri tradisional sebagai beban APBD, Bali berhasil menjadikan beberapa industri tradisional daerah menjadi sumber pendapatan daerah yang penting.

Selanjutnya, perhatian diberikan kepada pengusaha yang menyumbangkan beberapa warisan budaya sebagai amal, tetapi hal ini tidak memungkinkan mereka untuk menguntungkan bisnisnya. Namun, ada baiknya tidak perlu khawatir dengan upaya pelestarian kesenian tradisional.

Luki Muhram adalah pegawai Institut Kebudayaan Cianjur.



0 Response to "Saat Seni Tradisional Menjadi Beban"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel