Ada Apa Dengan Dunia Pendidikan Kita
Pengarang : Hendry HR
Dalam dunia yang mengglobal, pendidikan akan menjadi tolak ukur keberhasilan dan kemajuan suatu bangsa. Lagi pula, hampir tidak ada negara di dunia yang pembukaan konstitusinya menyatakan bahwa bekerja untuk mendidik rakyat adalah salah satu tugas konstitusional pemerintah.
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menyatakan bahwa pendidikan adalah hak semua bangsa. Ditinjau dari UUD 1945, Hak Asasi Manusia (HAM) yang namanya hak asasi manusia tentunya merupakan hak dasar setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan, tanpa terkecuali.
Yang penting bagi kita di dunia pendidikan kita adalah kasus pertukaran lahan sekolah di Pematang Siyantara yang katanya ingin dijadikan lahan komersial. Faktanya
Saya merasa lucu ketika melihat berita ini, dimanakah rencana pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kontribusi bagi kemajuan bangsa?
Pemasaran pendidikan, malu
Sosiolog Amerika George Ritzer mengatakan dalam sebuah artikel tahun 1983 di Journal of American Culture bahwa dia menciptakan istilah pendidikan McDonaldisasi. Ya, apa yang dikatakannya benar, wabah McDonald's atau perdagangan di bidang pendidikan telah menyebar di dunia pendidikan kita.
Di Indonesia sendiri, gejala tersebut merebak dengan munculnya berbagai persoalan, antara lain kekacauan perguruan tinggi yang bermetamorfosis BHMN, kini bermetamorfosis menjadi BHP.
McDonald's sendiri merupakan penerapan prinsip dan sistem makanan cepat saji dari produsen makanan Amerika ini. Seperti yang kita ketahui, gerai-gerai ini tersebar hampir di seluruh dunia. Nah, bagaimana analogi kasus yang Anda angkat dengan referensi tulisan-tulisan HAR Tilaar, beliau menekankan prinsip-prinsip tersebut antara lain efisiensi, kehati-hatian dan prediktabilitas.
Prinsip kausalitas nampaknya sama seperti dalam kasus ini, McDonald's mendefinisikan prinsip ini sebagai berikut: Sebuah bisnis yang sedang berjalan harus dapat menghitung untung dan rugi. Jika ini tidak memungkinkan, cari solusi untuk menjaga bisnis tetap menguntungkan. Ini tampaknya menjadi posisi yang sama dengan pemerintah kita, dan pendidikan menempati urutan kedua.
Mengapa saya katakan negara selalu mengutamakan aspek positif dan negatif dalam penyelenggaraan sekolah, dalam hal ini sekolah malah dijadikan sebagai pusat perbelanjaan dan negara memungut royalti hingga 35 miliar. Murid dan guru yang terabaikan. Jika pemerintah ingin mengembangkan pendidikan, mari kita ambil contoh dari sistem pendidikan Perancis. Di sana dilarang membangun pusat perbelanjaan di pusat kota meski dengan pusat pendidikan.
Sistem pendidikan kita tidak boleh disalahgunakan sebagai objek ekonomi dan politisasi, jika kita biarkan, dunia pendidikan kita akan tertinggal, dan mungkin kita harus bertanya pada diri sendiri mengapa pendidikan gratis ketika hanya sekolah yang harus diganti dengan mal.
Saat ini, dengan bergantinya nama departemen, yang tidak lagi disebut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tetapi Kementerian Pendidikan Nasional, seharusnya dapat mengubah mekanisme dan kinerja promosi dunia pendidikan.
Memang jika kita berbicara tentang masalah pendidikan, kita tidak bisa lepas dari pembahasan lembaga pendidikan, khususnya sekolah. Ada banyak masalah yang terkait dengan sekolah saat ini. Belum lagi masalah banyak gedung sekolah yang tidak layak lagi, seiring dengan berkurangnya anggaran pendidikan.
Tentunya, ketika kita berbicara tentang alokasi anggaran untuk pendidikan, dua hal tidak dapat dipisahkan. Pertama, alokasi anggaran untuk pendidikan merupakan indikasi keseriusan pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Kedua lembaga pendidikan tersebut mencerminkan pendidikan dan memprioritaskannya di masa depan. Jika pelatihan gratis semakin populer, jangan biarkan program lain mengabaikan Anda.
Oh, mungkin saya harus menyimpulkan dengan mengatakan, jangan kompromikan harga diri dan pendidikan bangsa kita demi mendapatkan rupiah.
0 Response to "Ada Apa Dengan Dunia Pendidikan Kita"
Posting Komentar